Penjual Souvenir Raup Untung dari Peziarah Makam Sunan Kalijaga
TRIBUNJATENG.COM,
DEMAK- Kompleks Makam
Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak pada Minggu (5/1/2014) siang terlihat ramai
pengunjung. Di parkiran kompleks wisata andalan Kota Wali terlihat belasan bus
wisata berjajar.
Hal tersebut acap terlihat masa liburan akhir tahun hingga awal Januari 2014 dan membawa berkah bagi para pedagang oleh-oleh maupun souvenir di Makam Sunan Kalijaga Kadilangu.
Hal tersebut acap terlihat masa liburan akhir tahun hingga awal Januari 2014 dan membawa berkah bagi para pedagang oleh-oleh maupun souvenir di Makam Sunan Kalijaga Kadilangu.
Satu
diantaranya, Ahmad Subandi (42) penjual oleh-oleh, bersyukur banyak pengunjung
yang datang pada liburan kali ini. "Alhamdulillah laris, banyak peziarah
yang datang dan membeli oleh-oleh di tempat saya," ujarnya.
Subandi
yang sudah puluhan tahun berdagang di Makam Sunan Kalijaga mengungkapkan selain
liburan juga tiap akhir pekan dan saat 10 Dzulhijah (Lebaran Haji) banyak
pengunjung yang datang.
"Kebanyakan
memang rombongan bapak-ibu pengajian dari luar Kota. Mampir di Masjid Agung
Demak lalu ke sini," imbuhnya.
Makam
Sunan Kalijaga terletak di Kadilangu, Demak, Jawa Tengah, sekitar 1,5 km dari
Masjid Agung Demak menuju arah tenggara. Dua tempat tersebut memang menjadi
andalan wisata Kabupaten Demak dan yang paling banyak dikunjungi wisatawan.
Suhardi,
warga Kaliwungu, Kabupaten Semarang yang datang bersama rombongan merasa
terkesan dengan wisata di Demak. "Tujuan utama kami datang memang wisata
religi. Di Masjid Agung dan Makam Sunan Kalijaga lokasinya sangat nyaman untuk
beribadah. Namun tadi sepertinya alun-alunnya sedang diperbaiki," ujarnya
yang sedang memilih oleh-oleh di lapak Subandi.
Makam
Sunan Kalijaga dan Masjid Agung Demak merupakan penyumbang Pendapatan Asli
Daerah andalan di Kota Wali. Dari sektor tiket masuk maupun parkir pada tahun
2013. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak mencatat sebanyak
1,4 juta wisatawan kunjungi tempat bersejarah tersebut. (*)
http://jateng.tribunnews.com/2014/01/05/penjual-souvenir-raup-untung-dari-peziarah-makam-sunan-kalijaga
Tekan impor gula, Gita minta pabrik
gula tanam tebu
Merdeka.com - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan meminta pabrik gula
untuk ikut menanam tebu. Dengan begitu, impor gula mentah bisa ditekan.
"Kita terus menjaga jangan sampai terjadi rembesan dan kekurangan
supply," katanya, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (3/1).
"Saya mendukung industri gula rafinasi harus ke hulusisasi dan tidak
hanya pola pikir trading saja. Ini istilah baru, hulilisasi. Sekarang ada yang
berpikir saja tapi belum masuk eksekusi," lanjutnya.
Diakui Gita, dirinya masih menerima laporan adanya perembesan gula rafinasi
ke pasar tradisional di Jawa Timur. Sejatinya, gula rafinasi hanya untuk
industri.
"Saya mendapatkan laporan di Jawa Timur dan kita akan sikapi kalau ada
pelanggaran akan kita beri sanksi," ucap Gita.
Terkait itu, dia berjanji, pihaknya akan menyesuaikan jumlah impor gula
mentah sebagai bahan baku gula rafinasi dengan kebutuhan industri pada tahun
ini. Dengan begitu, diharapkan, tidak ada lagi cerita mengenai perembesan gula
rafinasi ke pasar rakyat.
[yud]
http://www.merdeka.com/uang/tekan-impor-gula-gita-minta-pabrik-gula-tanam-tebu.html
Bahan pangan dan harga minyak hambat gerak ekonomi
tahun ini
Merdeka.com - Wakil Presiden Boediono
menanggapi kondisi perekonomian saat ini yang masih bergejolak. Boediono
menyebut pelbagai tantangan perekonomian Indonesia tahun ini mulai dari dampak
tapering off, harga minyak, dunia, bahan pangan dan politik.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti melihat, pasokan bahan pangan
dan harga minyak dunia menjadi penghambat gerak ekonomi tahun ini.
"Lebih ke persoalan pangan dan harga minyak, di mana minyak domestik
dipengaruhi harga minyak dunia dan depresiasi nilai tukar Rupiah," ujarnya
saat ditemui di Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Kamis (2/1).
Dia menambahkan, kenaikan harga minyak di saat tekanan nilai tukar Rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat (AS), akan mendorong lonjakan harga bahan bakar
minyak (BBM). Kondisi ini memicu disparitas harga antara BBM subsidi dan non
subsidi semakin tinggi.
"Ini menyebabkan konsumsi BBM jadi sulit ditekan. Kalau disparitas
harga makin lebar, bagaimana orang mau beralih ke BBM non subsidi," jelas
dia.
Jika konsumsi BBM bersubsidi membengkak, anggaran subsidi minyak diyakini
bakal melonjak. Harga minyak yang naik juga membuat APBN membengkak dan
dampaknya ke defisit transaksi berjalan.
"Defisit tak bisa turun, maka stabilitas makro akan terganggu. Kalau
persoalan tapering off sudah di-price-in, masalah politik cuma berpengaruh
dalam jangka pendek," ucap dia.
Untuk faktor pangan akan lebih dipengaruhi gejolak harga bahan pokok. Salah
satunya cabe rawit. "Di sektor pengadaan beras cukup berhasil. Namun, yang
sangat berpengaruh di Indonesia itu pangan yang bersifat volatile. Karena
subsidi pangan relatif kecil, sehingga pembebanan uang negara tidak terlalu
besar," tutupnya.
http://www.merdeka.com/uang/bahan-pangan-dan-harga-minyak-hambat-gerak-ekonomi-tahun-ini.html
SBY: Harga Elpiji Naik karena Pertimbangan Bisnis
TEMPO.CO, Jakarta
- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mendengar laporan bahwa
kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram menjadi perhatian dan kerisauan
masyarakat. Kenaikan harga gas elpiji nonsubsidi 12 kilogram ini
ditetapkan PT Pertamina mulai 1 Januari kemarin, dari harga awal Rp 70,2
ribu menjadi Rp 117,7 ribu.
"Presiden melihat bahwa kenaikan
harga elpiji sebagai aksi atau keputusan korporasi berdasarkan
pertimbangan bisnis semata," kata juru bicara Kepresidenan, Julian
Aldrin Pasha, melalui pesan pendek yang diterima Tempo, Sabtu, 4 Januari 2013.
Menurut Julian, di lokasi kunjungan kerja di Surabaya, Presiden SBY telah memberikan arahan kepada Wakil Presiden Boediono agar segera melakukan langkah koordinasi antar-kementerian dan instansi atau BUMN terkait untuk menyikapi keputusan kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram.
Setelahnya, kata Julian, Presiden SBY meminta hasil rapat koordinasi yang dipimpin Wapres Boediono ini dilaporkan kepadanya. "Setelah itu, peserta rapat juga diminta menjelaskan kepada publik mengenai hasil rapat koordinasi hari ini," ujar dia.
Menurut Julian, di lokasi kunjungan kerja di Surabaya, Presiden SBY telah memberikan arahan kepada Wakil Presiden Boediono agar segera melakukan langkah koordinasi antar-kementerian dan instansi atau BUMN terkait untuk menyikapi keputusan kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram.
Setelahnya, kata Julian, Presiden SBY meminta hasil rapat koordinasi yang dipimpin Wapres Boediono ini dilaporkan kepadanya. "Setelah itu, peserta rapat juga diminta menjelaskan kepada publik mengenai hasil rapat koordinasi hari ini," ujar dia.
KEBIJAKAN MONETER
Kebijakan
moneter adalah kebijakan ekonomi yang digunakan Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter, untuk mengendalikan atau mengarahkan perekonomian pada kondisi yang
lebih baik atau diinginkan dengan mengatur jumlah uang yang beredar (JUB) dan
tingkat suku bunga. Kebijakan moneter tujuan utamanya adalah mengendalikan
jumlah uang yang beredar (JUB).
Melalui
kebijakan moneter, Bank Sentarl dapat mempertahankan, menambah, atau mengurangi
JUB untuk memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus mempertahankan kestabilan
harga-harga. Berbeda dengan kebijakan fiskal, kebijakan moneter memiliki
selisih waktu (time lag) yang relatif lebih singkat dalam hal
pelaksanaannya. Hal ini terjadi karena Bank Sentral tidak memerlukan izin dari
DPR dan kabinet untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi masalah
yang sedang dihadapi dalam perekonomian.
Kebijakan
moneter memiliki tiga instrumen, yaitu operasi pasar terbuka (open market
operation), kebijakan tingkat suku bunga (discount rate policy) dan
rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio). Adapun penjelasannya
sebagai berikut :
1. Operasi pasar
terbuka ( open market operation )
Yaitu kebijakan
pemerintah mengendalikan jumlah uang yang bredar dengan cara menjual atau
membeli surat-surat berharga milik pemerintah. Di Indonesia operasi pasar
terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU).
2. Fasilitas Diskonto ( Discount Rate )
Salah satu
fasilitasnya yaitu adanya tingkat bunga diskonto yang maksudnya adalah tingkat
bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umun yang meminjam ke bank
sentral. Jika pemerintah
ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka pemerintah melakukan suatu cara
yaitu menurunkan tingkat bunga penjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat
bunga pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang
dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang yang beredar
bertambah dan sebaliknya.
3. Rasio Cadangan Wajib ( Reserve Requirement Ratio )
Penetapan ratio
cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jka rasio cadangan
wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil
dibandingkan sebelumnya. Selain ketiga
instrumen yang bersifat kuantitatif tersebut, pemerintah dapat melakukan
himbauan moral (moral suasion). Misalnya untuk mengendalikan jumlah uang
beredar (JUB) di masyarakat, Bank Indonesia melalui Gubernur Bank Indonesia memberi
saran supaya perbankan mengurangi pemberian kredit ke masyarakat atau ke
sektor-sektor tersebut. Kebijakan
moneter dapat bersifat ekspansif maupun kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif
dilakukan pemerintah jika ingin menambah jumlah uang beredar di masyarakat atau
yang lebih dikenal kebijakan uang longgar (easy money policy).
Sebaliknya, jika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat,
kebijakan moneter yang ditempuh adalah kebijakan moneter kontraktif atau yang
lebih dikenal kebijakan uang ketat (tight money policy).
KEBIJAKAN
PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri merupakan salah satu bagian kebijakan
ekonomi makro. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri adalah peraturan yang dibuat
oleh pemerintah yang mempengaruhi struktur atau komposisi dan arah transaksi
perdagangan serta pembayaran internasional. Karena merupakan salah satu bagian
dari kebijakan ekonomi makro maka kebijakan perdagangan internasional bekerja
sama dengan baik dengan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Tujuan dari
kebijakan perdagangan luar negeri yaitu sebagai berikut :
1.
Melindungi
kepentingan nasional dari pengaruh negatif yang berasal dari luar negeri
seperti dampak inflasi di luar negeri terhadap inflasi di dalam negeri melalui
impor atau efek resesi ekonomi dunia (krisis global) pertumbuhan ekspor
Indonesia.
2.
Melindungi industri nasional dari persaingan
barang-barang impor.
3.
Menjaga keseimbangan neraca pembayaran
sekaligus menjamin persediaan valuta asing (valas) yang cukup, terutama untuk
kebutuhan impor dan pembayaran cicilan serta bunga utang luar negeri.
4.
Menjaga tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil.
5.
Meningkatkan
kesempatan kerja.
Kebijakan
perdagangan luar negeri terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1.
Kebijakan Pengembangan
atau Promosi Ekspor
Tujuan Kebijakan Pengembangan atau Promosi Ekspor adalah untuk mendukung
dan meningkatkan pertumbuhan ekspor. Tujuan kebijakan ini dapat dicapai
dengan berbagai kebijakan, antara lain kebijakan perpajakan dalam berbagai bentuk,
misalnya pembebasan atau keringanan pajak ekspor dan penyediaan fasilitas
khusus kredit perbankan bagi eksportir.
2.
Kebijakan
Proteksi atau Kebijakan Impor
Kebijakan Proteksi atau Kebijakan Impor bertujuan untuk melindungi industry
di dalam negeri dari persaingan barang-barang impor. Kebijakan proteksi dapat
diterapkan dengan berbagai instrumen, baik yang berbentuk tarif maupun non
tarif. Proteksi-proteksi yang dilakukan dengan tidak menggunakan tarif disebut non-tariff
barriers. Hambatan yang termasuk ke dalam hambatan non-tarif, antara lain
kuota, subsidi, diskriminasi harga, larangan impor, premi, dan dumping. Pada intinya,
masalah-masalah dalam bidang ekonomi yang dihadapi pemerintah bukan hanya
tanggung jawab pemerintah saja, tetapi kita sebagai warga negara yang baik
semestinya ikut membantu dalam mengatasinya. Banyak cara yang dapat diupayakan
dimulai dengan melakukan program-program serta kebijakan-kebijakan. Hal
tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa kerja sama masyarakatnya. Untuk
itu, masyarakat semsetinya sudah dapat memposisikan dirinya untuk membantu
supaya pembangunan yang dilakukan pemerintah tersebut berjalan dengan baik
dengan cara tidak menjadi beban atau kendala bagi pemerintah.
INFLASI
Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
1. Inflasi yang berasal dari dalam
negeri (domestic inflation) yang timbul karena terjadinya defisit dalam
pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara.
2. Inflasi yang berasal dari luar
negeri, karena negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami
inflasi yang tinggi, harga-harga barang dan juga ongkos produksi relatif mahal,
sehingga bila terpaksa negara lain harus mengimpor barang tersebut maka harga
jualnya di dalam negeri tentu saja bertambah mahal.
Dampak Inflasi
1. Bila harga barang secara umum
naik terus-menerus, maka masyarakat akan panik, sehingga perekonomian tidak
berjalan normal, karena di satu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang
memborong barang, sementara yang kekurangan uang tidak bisa membeli barang,
akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.
2. Sebagai akibat dari kepanikan
tersebut maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna membeli dan
menumpuk barang sehingga banyak bank di rush, akibatnya bank kekurangan dana
dan berdampak pada tutup atau bangkrut, atau rendahnya dana investasi yang
tersedia.
3. Produsen cenderung memanfaatkan
kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara
mempermainkan harga di pasaran, sehingga harga akan terus menerus naik.
4. Distribusi barang relatif tidak
adil karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang
masyarakatnya dekat dengan sumber produksi dan yang masyarakatnya memiliki
banyak uang.
5. Bila inflasi berkepanjangan, maka
produsen banyak yang bangkrut karena produknya relatif akan semakin mahal
sehingga tidak ada yang mampu membeli.
6. Jurang antara kemiskinan dan
kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentimen dan kecemburuan
ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.
7. Dampak positif dari inflasi
adalah bagi pengusaha barang-barang mewah (highend) yang mana barangnya lebih
laku pada saat harganya semakin tinggi (masalah prestise).
8. Masyarakat akan semakin selektif
dalam mengkonsumsi, produksi akan diusahakan seefisien mungkin dan
konsumtifisme dapat ditekan.
Cara Mencegah dan Mengatasi Inflasi
Dengan menggunakan persamaan Irving Fisher MV=PQ,
dapat dijelaskan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat daripada Q.
Jadi untuk mencegah inflasi variabel M atau V harus dikendalikan, lalu volume Q
ditingkatkan. Untuk mengatur M, V, dan Q dapat dilakukan dengan berbagi
kebijakan Nopirin (2005: 34-35), yaitu:
1. Kebijaksanaan Moneter
Mengatur jumlah uang yang beredar (M). Salah satu komponennya adalah uang
giral. Uang giral dapat terjadi dalam dua cara, yaitu seseorang memasukkan uang
kas ke bank dalam bentuk giro dan seseorang memperoleh pinjaman dari bank
berbentuk giro, yang kedua ini lebih inflatoir. Bank sentral juga dapat
mengatur uang giral dengan menaikkan cadangan minimum, sehingga uang beredar
lebih kecil. Cara lain yaitu menggunakan discount rate. Memberlakukan politik
pasar terbuka (jual/beli surat berharga), dengan menjual surat berharga, bank
sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar.
2. Kebijakan Fiskal
Dengan cara pengurangan pengeluaran pemerintah serta menekan kenaikan pajak
yang dapat mengurangi penerimaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3. Kebijakan yang Berkaitan dengan
Output
Dengan menaikkan jumlah output misal dengan cara kebijaksanaan penurunan
bea masuk sehingga impor barang meningkat atau penaikan jumlah produksi,
bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijaksanaan Penetuan Harga dan
Indexing
Dengan penentuan ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga
tertentu untuk gaji/upah (dengan demikian gaji/upah secara riil tetap). Kalau
indeks harga naik, maka gaji/upah juga naik, begitu pula kalau harga turun.
5. Sanering
Sanering
berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi.
Kebijakan sanering antara lain: Penurunan nilai uang, Pembekuan sebagian
simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan
diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
6. Devaluasi
Devaluasi
adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri.
Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai
mata uang dalam negeri tetap stabil.
Sumber-sumber
Inflasi di Indonesia
Apabila
ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi penyebab
timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu:
1. Jumlah uang beredar
Menurut sudut
pandang kaum moneteris jumlah uang beredar adalah factor utama penyebab
timbulnya inflasi di Indonesia. Sejak tahun 1976 presentase uang kartal yang
beredar (48,7%) lebih kecil dari pada presentase jumlah uang giral yang beredar
(51,3%). Sehingga, mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi di
sektor moneter Indonesia. Juga, mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses
pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya monetisasi
dalam kegiatan perekonomian subsistence, akibatnya memberikan
kecenderungan meningkatnya laju inflasi.
Menurut data
yang dihimpun dalam Laporan Bank Dunia, menunjukan laju pertumbuhan rata-rata
jumlah uang beredar di Indonesia pada periode tahun 1980-1992 relatif tinggi
jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Dan, tingkat inflasi
Indonesia juga relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (kecuali
Filipina). Kenaikkan jumlah uang beredar di Indonesia pada tahun 1970-an sampai
awal tahun 1980-an lebih disebabkan oleh pertumbuhan kredit likuiditas dan
defisit anggaran belanja pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakan efek
langsung dari kebijaksanaan Bank Indonesia dalam sector keuangan (terutama
dalam hal penurunan reserve requirement).
2. Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
Seperti halnya
yang umum terjadi pada negara berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia
pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran
berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak kali disebabkan oleh hal-hal
yang menyangkut ketegaran struktural ekonomi Indonesia, yang acapkali
menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan untuk membangun.
Selama
pemerintahan Orde Lama defisit anggaran belanja dibiayai dari dalam negeri
dengan pencetakan uang baru, mengingat orientasi kebijaksanaan pembangunan
ekonomi yang inward looking policy, sehingga menyebabkan tekanan inflasi
yang hebat. Tetapi sejak era Orde Baru, deficit anggaran belanja ini ditutup
dengan pinjaman luar negeri yang relatif aman terhadap inflasi. Dalam era pemerintahan Orde Baru, kebutuhan terhadap
percepatan pertumbuhan ekonomi sejak Pembangunan Jangka Panjang I, menyebabkan
kebutuhan dana untuk melakukan pembangunan sangat besar.
3. Faktor-faktor dalam Penawaran Agregat dan Luar Negeri
Kelambanan
penyesuaian dari faktor-faktor penawaran agregat terhadap peningkatan
permintaan agregat ini lebih banyak disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan
struktural (structural bottleneck) yang ada di Indonesia. Harga bahan
pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di
Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketegaran structural yang
terjadi di sektor pertanian sehingga menyebabkan inelastisnya penawaran bahan
pangan. Ketergantungan perekonomian Indonesia yang besar terhadap sector
pertanian, yang tercermin oleh peranan nilai tambahnya yang relatif besar dan
daya serap tenaga kerjanya yang sedemikian tinggi serta beban penduduk yang
cukup tinggi, mengakibatkan harga bahan pangan meningkat pesat. Umumnya, laju
penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi laju permintaannya, sehingga
sering terjadi excess demand yang selanjutnya dapat memunculkan inflationary
gap.
Timbulnya excess
demand ini disebabkan oleh percepatan pertambahan penduduk yang membutuhkan
bahan pangan tidak dapat diimbangi dengan pertambahan output pertanian,
khususnya pangan. Di sisi lain, kelambanan produksi bahan pangan disebabkan
oleh berbagai hal, diantaranya adalah tingkat modernisasi teknologi dan metode
pertanian yang kurang maksimal; adanya faktor-faktor eksternal dalam pertanian
seperti, perubahan iklim dan bencana alam; perpindahan tenaga kerja pertanian
ke sektor non pertanian akibat industrialisasi; juga semakin sempitnya luas
lahan yang digunakan untuk pertanian, yang disebabkan semakin banyaknya lahan
pertanian yang beralih fungsi sebagai lokasi perumahan; industri; dan
pengembangan kota.
Menurut hasil
study empiris yang dilakukan oleh Sri Mulyani Indrawati (1996), adalah:
Pertama, imported inflation ini terjadi akibat tingginya derajat
ketergantungan sektor riil di Indonesia terhadap barang-barang impor, baik capital
goods; intermediated good; maupun row material. Transmisi imported
inflation di Indonesia ini terjadi melalui dua hal, yaitu depresiasi rupiah
terhadap mata uang asing dan perubahan harga barang impor di negara asalnya.
Bila suatu ketika terjadi depresiasi rupiah yang cukup tajam terhadap mata uang
asing, maka akan menyebabkan bertambah beratnya beban biaya yang harus
ditanggung oleh produsen, baik itu untuk pembayaran bahan baku dan barang
perantara ataupun beban hutang luar negeri akibat ekspansi usaha yang telah
dilakukan. Hal ini menyebabkan harga jual output di dalam negeri (khususnya
untuk industri subtitusi impor) akan meningkat tajam, sehingga potensial
meningkatkan derajat inflasi di dalam negeri.
Pengendalian
Inflasi di Indonesia
Inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang
bersifat struktural ekonomi bila dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat monetary
policies. Sehingga bisa dikatakan, bahwa pengaruh dari cosh push
inflation lebih besar dari pada demand pull inflation.
Memang dalam periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil
booming, tekanan inflasi di Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang
beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat mengabaikan adanya pengaruh yang
bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode tersebut, masih terjadi kesenjangan
antara penawaran agregat dengan permintaan agregat, contohnya di sub sector
pertanian, yang dapat meningkatkan derajat inflasi.
Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan
moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia
lebih senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat untuk meredam inflasi,
misalnya dengan open market mechanism atau reserve requirement. Tetapi
perlu diingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi
dalam jangka pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah
maju perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih memiliki structural
bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat utama
dalam mengendalikan inflasi di negara berkembang, maka tidak akan dapat
menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang yang umumnya
berkarakteristik jangka panjang.
Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang
selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan
harga komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang luar
negeri akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
dan mata uang asing lainnya. Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi,
maka terlebih dahulu harus dilakukan penstabilan nilai tukar rupiah terhadap
valuta asing, khususnya dolar Amerika.
Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak
memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money
policy yang diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta
asing untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat
menstabilkan tingkat harga umum. Tight money policy yang dilakukan
dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melalui open market mechanism)
sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif untuk mengurangi money suplly,
tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga kredit untuk sektor riil.
PERANAN DAN FUNGSI UANG dalam PEREKONOMIAN
Sejarah
Uang dalam ilmu
ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima
secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh
setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu
ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara
umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan
jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang.Beberapa
ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.
Keberadaan uang
menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih
kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern
karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan
pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan
dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian
tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.
Pada awalnya di
Indonesia, uang —dalam hal ini uang kartal— diterbitkan oleh pemerintah
Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26
ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan
Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak
menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak
oktroi.
Uang yang kita
kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya,
masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi
kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat
pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk
konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan selanjutnya mengahadapkan manusia
pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk
memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat
dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang
dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah
sistem'barter'yaitu barang yang ditukar dengan barang.
Namun pada
akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di
antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang
diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan
untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai
pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya,
mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk
digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran
itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda
yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan
mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya
garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat
pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang;
orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin
salarium yang berarti garam.
Barang-barang
yang dianggap indah dan bernilai, seperti kerang ini, pernah dijadikan sebagai
alat tukar sebelum manusia menemukan uang logam.
Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.
Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.
Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Sejalan dengan
perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar
yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia
(emas dan perak) sangat terbatas.[rujukan?] Penggunaan uang logam juga sulit
dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas
Mula-mula uang
kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai
alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang
beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak
yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan
penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi
menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya,
mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.
LIBERALISASI DAN PERDAGANGAN BEBAS
Era perdagangan bebas adalah era
persaingan. Oleh sebab itu, Indonesia harus meningkatkan efisiensi,
produktivitas, kapasitas produksi, inovasi di setiap sektor untuk secara
bersama menunjang peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar dunia maupun
di pasar domestik dalam menghadapi persaingan dari produk-produk impor
a) Liberalisasi
Pengertian liberalisasi perdagangan
adalah kebijakan mengurangi atau bahkan menghilangkan hambatan perdagangan
(tarif maupun non tarif) dalam rangka meningkatkan kelancaran arus barang dan
jasa. Liberalisasi memang membebaskan hambatan perdagangan dan investasi antar
negara. Tapi konsekuensinya sangat berat, terutama bagi negara berkembang dan
negara miskin. Negara-negara berkembang dan negara miskin harus bertarung
secara bebas
dengan negara-negara kaya
b) Perdagangan Bebas
Perdagangan bebas dapat didefinisikan
sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah)
dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang
berada di negara yang berbeda.
Banyak pakar ekonomi berpendapat
bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara
berkembang dan merusak industri lokal serta membatasi standar kerja dan standar
sosial. Singkatnya perdagangan bebas tidak akan bermanfaat bagi penduduk di
negara berkembang dan negara miskin.
Para pakar ekonomi politik dari
negara berkembang kurang sepakat terhadap pemberlakukan perdagangan bebas ini,
yang diharapkan oleh mereka adalah free and fair trade (perdagangan bebas dan
adil). Dengan begitu perdagangan yang berlangsung jangan hanya sebatas bebas
semata, tetapi juga harus memenuhi aspek keadilan dan kesetaraan.
B. Perdagangan Bebas Di Indonesia
Banyak forum, fasilitas atau jalur
perdagangan dunia atau regional, yang kurang dimanfaatkan selama ini oleh
(pemerintah) Indonesia, misalnya jalur kesepakatan perdagangan bebas bilateral
(BFTA-Bilateral Free Trade Agreement) yang belakangan ini semakin marak
dalam sistem perdagangan internasional. Sejauh ini Indonesia memang telah
terlibat dalam BFTA dengan Cina, dalam kerangka Kesepakatan Perdagangan Bebas
ASEAN-Cina, melaksanakan perundingan dengan Jepang guna mendorong terciptanya
Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Jepang-Indonesia (JIEPA), dan telah menerima
sejumlah tawaran untuk melakukan BFTA dengan bebarapaa mitra dagang utamanya,
termasuk di Amerika Serikat (AS) dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA-European
Free Trade Association).
C. Perdagangan Bebas Pertanian Indonesia-Cina
Pada Januari 2010, dimulailah
kesepakatan perdagangan bebas antara Indonesia dan Cina dalam konteks
kesepakatan perdagangan bebas ASEAN Cina (yang dikenal dengan sebutan
Cina-AFTA). Sebelumnya Indonesia dan Cina juga membuat kesepakatan perdagangan
bebas tetapi khusus untuk pertanian, yang dikenal dengan EHP (Early Harvest
Program).
Sektor pertanian sangat penting di
Indonesia, bahkan mengandung risiko politik dan sosial paling besar apabila
melihat kenyataan, bahwa sebagian besar penduduk Indonesia bergantung pada
pertanian sebagai sumber pendapatan, langsung maupun tidak langsung dan
ketahanan pangan, khususnya beras. Apabila Cina lebih unggul dari pada
Indonesia akan lebih dirugikan dari pada diuntungkan oleh kesepakatan tersebut.
Dalam beberapa tahun belakangan
ini, posisi Indonesia dalam perdagangan pertanian dunia semakin tergeser oleh
Cina. Pergeseran tersebut tidak hanya disebabkan oleh menurunnya daya saing
komoditas pertanian Indonesia relatif dibandingkan dengan Cina, tetapi juga
oleh keterbatasan kapasitas produksi pertanian di dalam negeri. Bahkan
dipercaya bahwa untuk sejumlah komoditas pertanian selain padi, Indonesia
hingga saat ini masih menghadapi banyak kendala dalam meningkatkan kapasitas
produksinya, misalnya untuk buah-buahan dan sayur-sayuran, data dari periode
akhir dekade 70-an hingga tahun awal abad ke 21 menunjukan bahwa produksi
Indonesia jauh lebih rendah dari pada Cina, bahkan perbedaannya sangat besar.
Kontribusi Cina terhadap produksi dunia untuk kedua jenis komoditas tersebut
jauh lebih besar dari pada kontribusi Indonesia.
Cina merupakan salah saru mitra
dagang Indonesia yang sangat penting untuk kedua komoditas tersebut. Data yang
ada menunjukan bahwa posisi Indonesia relatif lemah dibandingkan dengan Cina.
Untuk sayur-sayuran, kondisi Indonesia lebih buruk lagi.
Untuk buah-buahan, Indonesia lebih
banyak impor daripada ekspor ke Cina, bahkan dalam beberapa tahun belakangan
ini, volume impor Indonesia dari Cina cenderung naik terus, tetapi tidak lagi
melakukan ekspor ke Cina. Ada dua kemungkinan yang membuat Indonesia lebih
banyak membeli buah-buahan dari Cina dari pada sebaliknya. Pertama, produksi
kapasitas di sbusektor tersebut di Indonesia rendah yang disebabkan oleh banyak
hal. Kedua, harga buah-buahan dari Cina lebih murah dibandingkan dari
Indonesia.
Ekspor dan impor Indonesia untuk
tanaman-tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan dan
ubi-ubian merupakan komoditas-komoditas utama Indonesia, terutama untuk kebutuhan
pasar domestik dan sekaligus juga merupakan kegian-kegiatan utama pertanian
rakyat dan pertumbuhan pertanian rakyat sangat penting sebagai salah satu
sumber pengurangan kemiskinan, khususnya di pedesaan. Tingkat ketergantungan
pasar domestik di Indonesia untuk tanaman-tanaman pangan utama masih tinggi,
yang bisa direfleksikan kemungkinan dua masalah yang dihadapi pertanian
Indonesia, yaitu kapasitas produksi yang terbatas atau dan daya saing dari
tanaman-tanaman pangan Indonesia
D. Perdagangan Bebas antara Jepang dan
Indonesia (IJ-EPA)
Perjanjian
perdagangan bebas antara jepang dan Indonesia yang telah disepakati, menyangkut
beberapa hal penting di antaranya :
a) Fasilitas perdagangan dan investasi
1. Upaya bersama untuk memperbaiki iklim investasi dan
meningkatkan tingkat kepercayaan bagi investor Jepang;
2. Kerjasama di bidang prosedur kepabeanan, pelabuhan dan
jasa-jasa perdagangan, HKI, standar
b) Menghapuskan/mengurangi hambatan
perdagangan dan investasi
(bea masuk,
memberi kepastian hukum);
c) Kerjasama : Kesepakatan untuk
kerjasama dalam meningkatkan kapasitas
Indonesia
sehingga lebih mampu bersaing dan memanfaatkan secara optimal peluang pasar dari EPA.
Ada beberapa keuntungan yang
didapat dari perjanjian perdagangan bebas jepang dan Indonesia antara lainnnya
:
1. Kesepakatan liberalisasi pasar oleh
jepang mencakup lebih dari 90 % barang yang diekspor Indonesia ke Jepang,
termasuk produk industri dan agribisnis.
2. Komitmen ini akan memberikan peluang
yang setara kepada Indonesia di pasar Jepang dalam menghadapi negara
pesaing-pesaing lainnya
3. Komitmen ini
memberikan keuntungan ke beberapa produk industri antara lain produk sektor
industri yang padat karya. Seperti produk kayu, hal ini diharapkan akan
meningkatkan produksi industri perkayuan indonesia.
4. Komitmen di
bidang jasa tenaga kerja (mode 4- movement of natural persons)
akan memberikan peluang untuk pengiriman tenaga kerja terampil seperti juru rawat,
pekerja disektor hotel dan pariwisata, dan pelaut.
E. Manfaat Investasi dari EPA
Indonesia
merupakan salah satu negara tujuan penting bagi investasi Jepang, walaupun
peringkatnya sebagai negara tujuan menurun sejak krisis ekonomi. Aliran
terbesar adalah ke sektor otomotif/sukucadang, elektrik/elektronik dan sektor
kimia serta peralatan kantor. Indonesia dapat memperdalam struktur industri
dengan investasi industri pendukung (components, parts, mould
and dies), di mana supplier Indonesia dapat juga berkembang dengan
fasilitasi dari Manufacturing Industry Development Center (MIDEC).
Investasi dapat mengembangkan sektor pertanian, perikanan dan kehutanan
Indonesia,dimana kemitraan dan keikutsertaan UKM dapat difasilitasi dengan berbagai
proyek kerjasama.termasuk di bidang energi bio-fuel yang juga akan di
fasilitasi melalui proyek kerjasama.
Di bidang jasa,
aliran terbesar adalah ke sektor keuangan dan asuransi, perdagangan,
transportasi dan real estate. EPA juga akan meningkatkan iklim usaha dan
mendorong kepercayaan bisnis melalui perbaikan/kepastian hukum bagi investor.
Hasil EPA dan paket kebijakan investasi lain yang sedang dilakukan Pemerintah
RI diharapkan akan menjadi kerangka hukum baru dan penting dalam meningkatkan kepercayaan
dan memberikan perlakuan lebih baik dan pasti (UU Penanaman Modal, Revisi UU
Pajak dan Bea Cukai), Keuntungan EPA diharapkan akan memberikan daya tarik bagi
investor asing berinvestasi di Indonesia.
G. Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Indonesia
Perdagangan bebas dianggap tidak
cocok diterapkan di Indonesia karena negara ini belum mampu membuka persaingan
dengan negara maju lain tanpa adanya batasan-batasan atau hukum-hukum yang
membuat persaingan berjalan dengan fair. Negara Indonesia masih harus membenahi
produksi-produksi agar berkualitas untuk mampu terjun dalam perdagangan bebas
Internasional. Dikalangan kontra globalisasi memandang bahwa globalisasi
membawa dampak negatif yang besar, meningkatkan kemiskinan, merusak budaya lokal,
membentuk manusia konsumeris, dan menutup akses berkembangnya negara-negara
dunia ketiga.Meningkatnya kemiskinan pada negara dunia ketiga menimbulkan
banyak pengangguran, terjadinya ketimpangan ekonomi antara orang kaya dengan
miskin.Globalisasi membuat negara miskin semakin miskin karena terbelit utang
IMF.Pada akhirnya, globalisasi membuat negara miskin dan berkembang sulit
bersaing dengan negara maju lainnya. Di kalangan kontra globalisasi, menganggap
globalisasi turut bertanggung jawab atas tidak stabilnya harga uang dunia,
ketika ada aksi jual saham di Amerika Serikat, Indonesia pun mengalami gejolak
serupa. Dengan menerapkan sistem liberalisasi dalam perdagangannya, rakyat
dalam negeri dengan mudah mampu memilih barang-barang Internasional dengan kualitas
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Firmansayh, Herlan, dkk. 2010. Advance
Learning Economics 2. Bandung: Grafindo Media Pratama.
2. Drs. H. Suparmin, M.Pd dan Aisyah
Din, S.Pd. LKS Ekonomi SMP/MTS edisi II. Surakarta: Mediatama.
3. Prof. Dr. Tulus T.H Tambunan. 2011. Perekonnomian
Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.
4. Prof. Dr. Tulus T.H Tambunan. 2009. Perekonnomian
Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar