News Economics

Penjual Souvenir Raup Untung dari Peziarah Makam Sunan Kalijaga


TRIBUNJATENG.COM, DEMAK- Kompleks Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak pada Minggu (5/1/2014) siang terlihat ramai pengunjung. Di parkiran kompleks wisata andalan Kota Wali terlihat belasan bus wisata berjajar.
Hal tersebut acap terlihat masa liburan akhir tahun hingga awal Januari 2014 dan membawa berkah bagi para pedagang oleh-oleh maupun souvenir di Makam Sunan Kalijaga Kadilangu.
Satu diantaranya, Ahmad Subandi (42) penjual oleh-oleh, bersyukur banyak pengunjung yang datang pada liburan kali ini. "Alhamdulillah laris, banyak peziarah yang datang dan membeli oleh-oleh di tempat saya," ujarnya.
Subandi yang sudah puluhan tahun berdagang di Makam Sunan Kalijaga mengungkapkan selain liburan juga tiap akhir pekan dan saat 10 Dzulhijah (Lebaran Haji) banyak pengunjung yang datang.
"Kebanyakan memang rombongan bapak-ibu pengajian dari luar Kota. Mampir di Masjid Agung Demak lalu ke sini," imbuhnya.
Makam Sunan Kalijaga terletak di Kadilangu, Demak, Jawa Tengah, sekitar 1,5 km dari Masjid Agung Demak menuju arah tenggara. Dua tempat tersebut memang menjadi andalan wisata Kabupaten Demak dan yang paling banyak dikunjungi wisatawan.
Suhardi, warga Kaliwungu, Kabupaten Semarang yang datang bersama rombongan merasa terkesan dengan wisata di Demak. "Tujuan utama kami datang memang wisata religi. Di Masjid Agung dan Makam Sunan Kalijaga lokasinya sangat nyaman untuk beribadah. Namun tadi sepertinya alun-alunnya sedang diperbaiki," ujarnya yang sedang memilih oleh-oleh di lapak Subandi.
Makam Sunan Kalijaga dan Masjid Agung Demak merupakan penyumbang Pendapatan Asli Daerah andalan di Kota Wali. Dari sektor tiket masuk maupun parkir pada tahun 2013. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak  mencatat sebanyak 1,4 juta wisatawan kunjungi tempat bersejarah tersebut. (*)

http://jateng.tribunnews.com/2014/01/05/penjual-souvenir-raup-untung-dari-peziarah-makam-sunan-kalijaga


  
Tekan impor gula, Gita minta pabrik gula tanam tebu


Merdeka.com - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan meminta pabrik gula untuk ikut menanam tebu. Dengan begitu, impor gula mentah bisa ditekan.
"Kita terus menjaga jangan sampai terjadi rembesan dan kekurangan supply," katanya, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (3/1).
"Saya mendukung industri gula rafinasi harus ke hulusisasi dan tidak hanya pola pikir trading saja. Ini istilah baru, hulilisasi. Sekarang ada yang berpikir saja tapi belum masuk eksekusi," lanjutnya.
Diakui Gita, dirinya masih menerima laporan adanya perembesan gula rafinasi ke pasar tradisional di Jawa Timur. Sejatinya, gula rafinasi hanya untuk industri.
"Saya mendapatkan laporan di Jawa Timur dan kita akan sikapi kalau ada pelanggaran akan kita beri sanksi," ucap Gita.
Terkait itu, dia berjanji, pihaknya akan menyesuaikan jumlah impor gula mentah sebagai bahan baku gula rafinasi dengan kebutuhan industri pada tahun ini. Dengan begitu, diharapkan, tidak ada lagi cerita mengenai perembesan gula rafinasi ke pasar rakyat.
[yud]

http://www.merdeka.com/uang/tekan-impor-gula-gita-minta-pabrik-gula-tanam-tebu.html



                 Bahan pangan dan harga minyak hambat gerak ekonomi tahun ini

Merdeka.com - Wakil Presiden Boediono menanggapi kondisi perekonomian saat ini yang masih bergejolak. Boediono menyebut pelbagai tantangan perekonomian Indonesia tahun ini mulai dari dampak tapering off, harga minyak, dunia, bahan pangan dan politik.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti melihat, pasokan bahan pangan dan harga minyak dunia menjadi penghambat gerak ekonomi tahun ini.
"Lebih ke persoalan pangan dan harga minyak, di mana minyak domestik dipengaruhi harga minyak dunia dan depresiasi nilai tukar Rupiah," ujarnya saat ditemui di Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Kamis (2/1).
Dia menambahkan, kenaikan harga minyak di saat tekanan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), akan mendorong lonjakan harga bahan bakar minyak (BBM). Kondisi ini memicu disparitas harga antara BBM subsidi dan non subsidi semakin tinggi.
"Ini menyebabkan konsumsi BBM jadi sulit ditekan. Kalau disparitas harga makin lebar, bagaimana orang mau beralih ke BBM non subsidi," jelas dia.
Jika konsumsi BBM bersubsidi membengkak, anggaran subsidi minyak diyakini bakal melonjak. Harga minyak yang naik juga membuat APBN membengkak dan dampaknya ke defisit transaksi berjalan.
"Defisit tak bisa turun, maka stabilitas makro akan terganggu. Kalau persoalan tapering off sudah di-price-in, masalah politik cuma berpengaruh dalam jangka pendek," ucap dia.
Untuk faktor pangan akan lebih dipengaruhi gejolak harga bahan pokok. Salah satunya cabe rawit. "Di sektor pengadaan beras cukup berhasil. Namun, yang sangat berpengaruh di Indonesia itu pangan yang bersifat volatile. Karena subsidi pangan relatif kecil, sehingga pembebanan uang negara tidak terlalu besar," tutupnya.

http://www.merdeka.com/uang/bahan-pangan-dan-harga-minyak-hambat-gerak-ekonomi-tahun-ini.html

SBY: Harga Elpiji Naik karena Pertimbangan Bisnis

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mendengar laporan bahwa kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram menjadi perhatian dan kerisauan masyarakat. Kenaikan harga gas elpiji nonsubsidi 12 kilogram ini ditetapkan PT Pertamina mulai 1 Januari kemarin, dari harga awal Rp 70,2 ribu menjadi Rp 117,7 ribu.

 
 
"Presiden melihat bahwa kenaikan harga elpiji sebagai aksi atau keputusan korporasi berdasarkan pertimbangan bisnis semata," kata juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, melalui pesan pendek yang diterima Tempo, Sabtu, 4 Januari 2013.

Menurut Julian, di lokasi kunjungan kerja di Surabaya, Presiden SBY telah memberikan arahan kepada Wakil Presiden Boediono agar segera melakukan langkah koordinasi antar-kementerian dan instansi atau BUMN terkait untuk menyikapi keputusan kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram.

Setelahnya, kata Julian, Presiden SBY meminta hasil rapat koordinasi yang dipimpin Wapres Boediono ini dilaporkan kepadanya. "Setelah itu, peserta rapat juga diminta menjelaskan kepada publik mengenai hasil rapat koordinasi hari ini," ujar dia.
http://www.tempo.co/read/news/2014/01/04/092542127/SBY-Harga-Elpiji-Naik-karena-Pertimbangan-Bisnis

KEBIJAKAN MONETER

Kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi yang digunakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, untuk mengendalikan atau mengarahkan perekonomian pada kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan mengatur jumlah uang yang beredar (JUB) dan tingkat suku bunga. Kebijakan moneter tujuan utamanya adalah mengendalikan jumlah uang yang beredar (JUB).

Kebijakan moneter mempunyai tujuan yang sama dengan kebijakan ekonomi pemerintah lainnya. Perbedaannya terletak pada instrumen kebijakannya. Jika dalam kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluaran pemerintah maka dalam kebijakan moneter Bank Sentral (Bank Indonesia) mengendalikan jumlah uang yang bersedar (JUB).
Melalui kebijakan moneter, Bank Sentarl dapat mempertahankan, menambah, atau mengurangi JUB untuk memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus mempertahankan kestabilan harga-harga. Berbeda dengan kebijakan fiskal, kebijakan moneter memiliki selisih waktu (time lag) yang relatif lebih singkat dalam hal pelaksanaannya. Hal ini terjadi karena Bank Sentral tidak memerlukan izin dari DPR dan kabinet untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi dalam perekonomian.
Kebijakan moneter memiliki tiga instrumen, yaitu operasi pasar terbuka (open market operation), kebijakan tingkat suku bunga (discount rate policy) dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio). Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1.      Operasi pasar terbuka ( open market operation )
Yaitu kebijakan pemerintah mengendalikan jumlah uang yang bredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah. Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU).
2.     Fasilitas Diskonto ( Discount Rate )
Salah satu fasilitasnya yaitu adanya tingkat bunga diskonto yang maksudnya adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umun yang meminjam ke bank sentral. Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka pemerintah melakukan suatu cara yaitu menurunkan tingkat bunga penjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang yang beredar bertambah dan sebaliknya.
3.     Rasio Cadangan Wajib ( Reserve Requirement Ratio )
Penetapan ratio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jka rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Selain ketiga instrumen yang bersifat kuantitatif tersebut, pemerintah dapat melakukan himbauan moral (moral suasion). Misalnya untuk mengendalikan jumlah uang beredar (JUB) di masyarakat, Bank Indonesia melalui Gubernur Bank Indonesia memberi saran supaya perbankan mengurangi pemberian kredit ke masyarakat atau ke sektor-sektor tersebut. Kebijakan moneter dapat bersifat ekspansif maupun kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan pemerintah jika ingin menambah jumlah uang beredar di masyarakat atau yang lebih dikenal kebijakan uang longgar (easy money policy). Sebaliknya, jika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat, kebijakan moneter yang ditempuh adalah kebijakan moneter kontraktif atau yang lebih dikenal kebijakan uang ketat (tight money policy).



KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri merupakan salah satu bagian kebijakan ekonomi makro. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang mempengaruhi struktur atau komposisi dan arah transaksi perdagangan serta pembayaran internasional. Karena merupakan salah satu bagian dari kebijakan ekonomi makro maka kebijakan perdagangan internasional bekerja sama dengan baik dengan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Tujuan dari kebijakan perdagangan luar negeri yaitu sebagai berikut :
1.     Melindungi kepentingan nasional dari pengaruh negatif yang berasal dari luar negeri seperti dampak inflasi di luar negeri terhadap inflasi di dalam negeri melalui impor atau efek resesi ekonomi dunia (krisis global) pertumbuhan ekspor Indonesia.
2.     Melindungi industri nasional dari persaingan barang-barang impor.
3.     Menjaga keseimbangan neraca pembayaran sekaligus menjamin persediaan valuta asing (valas) yang cukup, terutama untuk kebutuhan impor dan pembayaran cicilan serta bunga utang luar negeri.
4.    Menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil.
5.    Meningkatkan kesempatan kerja.
Kebijakan perdagangan luar negeri terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1.     Kebijakan Pengembangan atau Promosi Ekspor
Tujuan Kebijakan Pengembangan atau Promosi Ekspor adalah untuk mendukung dan  meningkatkan pertumbuhan ekspor. Tujuan kebijakan ini dapat dicapai dengan berbagai kebijakan, antara lain kebijakan perpajakan dalam berbagai bentuk, misalnya pembebasan atau keringanan pajak ekspor dan penyediaan fasilitas khusus kredit perbankan bagi eksportir.
2.    Kebijakan Proteksi atau Kebijakan Impor
Kebijakan Proteksi atau Kebijakan Impor bertujuan untuk melindungi industry di dalam negeri dari persaingan barang-barang impor. Kebijakan proteksi dapat diterapkan dengan berbagai instrumen, baik yang berbentuk tarif maupun non tarif. Proteksi-proteksi yang dilakukan dengan tidak menggunakan tarif disebut non-tariff barriers. Hambatan yang termasuk ke dalam hambatan non-tarif, antara lain kuota, subsidi, diskriminasi harga, larangan impor, premi, dan dumping. Pada intinya, masalah-masalah dalam bidang ekonomi yang dihadapi pemerintah bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi kita sebagai warga negara yang baik semestinya ikut membantu dalam mengatasinya. Banyak cara yang dapat diupayakan dimulai dengan melakukan program-program serta kebijakan-kebijakan. Hal tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa kerja sama masyarakatnya. Untuk itu, masyarakat semsetinya sudah dapat memposisikan dirinya untuk membantu supaya pembangunan yang dilakukan pemerintah tersebut berjalan dengan baik dengan cara tidak menjadi beban atau kendala bagi pemerintah.



INFLASI
Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
1.       Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yang timbul karena terjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara.
2.       Inflasi yang berasal dari luar negeri, karena negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi, harga-harga barang dan juga ongkos produksi relatif mahal, sehingga bila terpaksa negara lain harus mengimpor barang tersebut maka harga jualnya di dalam negeri tentu saja bertambah mahal.
Dampak Inflasi
1.       Bila harga barang secara umum naik terus-menerus, maka masyarakat akan panik, sehingga perekonomian tidak berjalan normal, karena di satu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang memborong barang, sementara yang kekurangan uang tidak bisa membeli barang, akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.
2.       Sebagai akibat dari kepanikan tersebut maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush, akibatnya bank kekurangan dana dan berdampak pada tutup atau bangkrut, atau rendahnya dana investasi yang tersedia.
3.       Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan harga di pasaran, sehingga harga akan terus menerus naik.
4.      Distribusi barang relatif tidak adil karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya dekat dengan sumber produksi dan yang masyarakatnya memiliki banyak uang.
5.       Bila inflasi berkepanjangan, maka produsen banyak yang bangkrut karena produknya relatif akan semakin mahal sehingga tidak ada yang mampu membeli.
6.      Jurang antara kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentimen dan kecemburuan ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.
7.       Dampak positif dari inflasi adalah bagi pengusaha barang-barang mewah (highend) yang mana barangnya lebih laku pada saat harganya semakin tinggi (masalah prestise).
8.      Masyarakat akan semakin selektif dalam mengkonsumsi, produksi akan diusahakan seefisien mungkin dan konsumtifisme dapat ditekan.
Cara Mencegah dan Mengatasi Inflasi
Dengan menggunakan persamaan Irving Fisher MV=PQ, dapat dijelaskan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat daripada Q. Jadi untuk mencegah inflasi variabel M atau V harus dikendalikan, lalu volume Q ditingkatkan. Untuk mengatur M, V, dan Q dapat dilakukan dengan berbagi kebijakan Nopirin (2005: 34-35), yaitu:
1.       Kebijaksanaan Moneter
Mengatur jumlah uang yang beredar (M). Salah satu komponennya adalah uang giral. Uang giral dapat terjadi dalam dua cara, yaitu seseorang memasukkan uang kas ke bank dalam bentuk giro dan seseorang memperoleh pinjaman dari bank berbentuk giro, yang kedua ini lebih inflatoir. Bank sentral juga dapat mengatur uang giral dengan menaikkan cadangan minimum, sehingga uang beredar lebih kecil. Cara lain yaitu menggunakan discount rate. Memberlakukan politik pasar terbuka (jual/beli surat berharga), dengan menjual surat berharga, bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar.
2.       Kebijakan Fiskal
Dengan cara pengurangan pengeluaran pemerintah serta menekan kenaikan pajak yang dapat mengurangi penerimaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3.       Kebijakan yang Berkaitan dengan Output
Dengan menaikkan jumlah output misal dengan cara kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang meningkat atau penaikan jumlah produksi, bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
4.      Kebijaksanaan Penetuan Harga dan Indexing
Dengan penentuan ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji/upah (dengan demikian gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik, maka gaji/upah juga naik, begitu pula kalau harga turun.
5.       Sanering
Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain: Penurunan nilai uang,  Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
6.      Devaluasi
Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil.

Sumber-sumber Inflasi di Indonesia
Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu:
1.       Jumlah uang beredar
Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar adalah factor utama penyebab timbulnya inflasi di Indonesia. Sejak tahun 1976 presentase uang kartal yang beredar (48,7%) lebih kecil dari pada presentase jumlah uang giral yang beredar (51,3%). Sehingga, mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi di sektor moneter Indonesia. Juga, mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya monetisasi dalam kegiatan perekonomian subsistence, akibatnya memberikan kecenderungan meningkatnya laju inflasi.
Menurut data yang dihimpun dalam Laporan Bank Dunia, menunjukan laju pertumbuhan rata-rata jumlah uang beredar di Indonesia pada periode tahun 1980-1992 relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Dan, tingkat inflasi Indonesia juga relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina). Kenaikkan jumlah uang beredar di Indonesia pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an lebih disebabkan oleh pertumbuhan kredit likuiditas dan defisit anggaran belanja pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakan efek langsung dari kebijaksanaan Bank Indonesia dalam sector keuangan (terutama dalam hal penurunan reserve requirement).
2.       Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
Seperti halnya yang umum terjadi pada negara berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak kali disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut ketegaran struktural ekonomi Indonesia, yang acapkali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan untuk membangun.
Selama pemerintahan Orde Lama defisit anggaran belanja dibiayai dari dalam negeri dengan pencetakan uang baru, mengingat orientasi kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang inward looking policy, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat. Tetapi sejak era Orde Baru, deficit anggaran belanja ini ditutup dengan pinjaman luar negeri yang relatif aman terhadap inflasi. Dalam era pemerintahan Orde Baru, kebutuhan terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi sejak Pembangunan Jangka Panjang I, menyebabkan kebutuhan dana untuk melakukan pembangunan sangat besar.
3.       Faktor-faktor dalam Penawaran Agregat dan Luar Negeri
Kelambanan penyesuaian dari faktor-faktor penawaran agregat terhadap peningkatan permintaan agregat ini lebih banyak disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan struktural (structural bottleneck) yang ada di Indonesia. Harga bahan pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketegaran structural yang terjadi di sektor pertanian sehingga menyebabkan inelastisnya penawaran bahan pangan. Ketergantungan perekonomian Indonesia yang besar terhadap sector pertanian, yang tercermin oleh peranan nilai tambahnya yang relatif besar dan daya serap tenaga kerjanya yang sedemikian tinggi serta beban penduduk yang cukup tinggi, mengakibatkan harga bahan pangan meningkat pesat. Umumnya, laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi laju permintaannya, sehingga sering terjadi excess demand yang selanjutnya dapat memunculkan inflationary gap.
Timbulnya excess demand ini disebabkan oleh percepatan pertambahan penduduk yang membutuhkan bahan pangan tidak dapat diimbangi dengan pertambahan output pertanian, khususnya pangan. Di sisi lain, kelambanan produksi bahan pangan disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah tingkat modernisasi teknologi dan metode pertanian yang kurang maksimal; adanya faktor-faktor eksternal dalam pertanian seperti, perubahan iklim dan bencana alam; perpindahan tenaga kerja pertanian ke sektor non pertanian akibat industrialisasi; juga semakin sempitnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian, yang disebabkan semakin banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi sebagai lokasi perumahan; industri; dan pengembangan kota.
Menurut hasil study empiris yang dilakukan oleh Sri Mulyani Indrawati (1996), adalah: Pertama, imported inflation ini terjadi akibat tingginya derajat ketergantungan sektor riil di Indonesia terhadap barang-barang impor, baik capital goods; intermediated good; maupun row material. Transmisi imported inflation di Indonesia ini terjadi melalui dua hal, yaitu depresiasi rupiah terhadap mata uang asing dan perubahan harga barang impor di negara asalnya. Bila suatu ketika terjadi depresiasi rupiah yang cukup tajam terhadap mata uang asing, maka akan menyebabkan bertambah beratnya beban biaya yang harus ditanggung oleh produsen, baik itu untuk pembayaran bahan baku dan barang perantara ataupun beban hutang luar negeri akibat ekspansi usaha yang telah dilakukan. Hal ini menyebabkan harga jual output di dalam negeri (khususnya untuk industri subtitusi impor) akan meningkat tajam, sehingga potensial meningkatkan derajat inflasi di dalam negeri.
Pengendalian Inflasi di Indonesia
Inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat struktural ekonomi bila dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat monetary policies. Sehingga bisa dikatakan, bahwa pengaruh dari cosh push inflation lebih besar dari pada demand pull inflation.
Memang dalam periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil booming, tekanan inflasi di Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat mengabaikan adanya pengaruh yang bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode tersebut, masih terjadi kesenjangan antara penawaran agregat dengan permintaan agregat, contohnya di sub sector pertanian, yang dapat meningkatkan derajat inflasi.
Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia lebih senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat untuk meredam inflasi, misalnya dengan open market mechanism atau reserve requirement. Tetapi perlu diingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi dalam jangka pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah maju perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih memiliki structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat utama dalam mengendalikan inflasi di negara berkembang, maka tidak akan dapat menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang yang umumnya berkarakteristik jangka panjang.
Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan harga komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang asing lainnya. Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar Amerika.
Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money policy yang diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan tingkat harga umum. Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melalui open market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif untuk mengurangi money suplly, tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga kredit untuk sektor riil. 



PERANAN DAN FUNGSI UANG dalam PEREKONOMIAN

Sejarah
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.
Pada awalnya di Indonesia, uang —dalam hal ini uang kartal— diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi.
Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah sistem'barter'yaitu barang yang ditukar dengan barang.
Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.
Barang-barang yang dianggap indah dan bernilai, seperti kerang ini, pernah dijadikan sebagai alat tukar sebelum manusia menemukan uang logam.
Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.
Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas.[rujukan?] Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas
Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.




LIBERALISASI  DAN PERDAGANGAN BEBAS
       Era perdagangan bebas adalah era persaingan. Oleh sebab itu, Indonesia harus meningkatkan efisiensi, produktivitas, kapasitas produksi, inovasi di setiap sektor untuk secara bersama menunjang peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar dunia maupun di pasar domestik dalam menghadapi persaingan dari produk-produk impor

a)        Liberalisasi
       Pengertian liberalisasi perdagangan adalah kebijakan mengurangi atau bahkan menghilangkan hambatan perdagangan (tarif maupun non tarif) dalam rangka meningkatkan kelancaran arus barang dan jasa. Liberalisasi memang membebaskan hambatan perdagangan dan investasi antar negara. Tapi konsekuensinya sangat berat, terutama bagi negara berkembang dan negara miskin. Negara-negara berkembang dan negara miskin harus bertarung secara bebas dengan negara-negara kaya

b)       Perdagangan Bebas
Perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Banyak pakar ekonomi berpendapat bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan merusak industri lokal serta membatasi standar kerja dan standar sosial. Singkatnya perdagangan bebas tidak akan bermanfaat bagi penduduk di negara berkembang dan negara miskin. 
       Para pakar ekonomi politik dari negara berkembang kurang sepakat terhadap pemberlakukan perdagangan bebas ini, yang diharapkan oleh mereka adalah free and fair trade (perdagangan bebas dan adil). Dengan begitu perdagangan yang berlangsung jangan hanya sebatas bebas semata, tetapi juga harus memenuhi aspek keadilan dan kesetaraan.


B.       Perdagangan Bebas Di Indonesia
       Banyak forum, fasilitas atau jalur perdagangan dunia atau regional, yang kurang dimanfaatkan selama ini oleh (pemerintah) Indonesia, misalnya jalur kesepakatan perdagangan bebas bilateral (BFTA-Bilateral Free Trade Agreement) yang belakangan ini semakin marak dalam sistem perdagangan internasional. Sejauh ini Indonesia memang telah terlibat dalam BFTA dengan Cina, dalam kerangka Kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN-Cina, melaksanakan perundingan dengan Jepang guna mendorong terciptanya Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Jepang-Indonesia (JIEPA), dan telah menerima sejumlah tawaran untuk melakukan BFTA dengan bebarapaa mitra dagang utamanya, termasuk di Amerika Serikat (AS) dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA-European Free Trade Association).

C.      Perdagangan Bebas Pertanian Indonesia-Cina
       Pada Januari 2010, dimulailah kesepakatan perdagangan bebas antara Indonesia dan Cina dalam konteks kesepakatan perdagangan bebas ASEAN Cina (yang dikenal dengan sebutan Cina-AFTA). Sebelumnya Indonesia dan Cina juga membuat kesepakatan perdagangan bebas tetapi khusus untuk pertanian, yang dikenal dengan EHP (Early Harvest Program).
       Sektor pertanian sangat penting di Indonesia, bahkan mengandung risiko politik dan sosial paling besar apabila melihat kenyataan, bahwa sebagian besar penduduk Indonesia bergantung pada pertanian sebagai sumber pendapatan, langsung maupun tidak langsung dan ketahanan pangan, khususnya beras. Apabila Cina lebih unggul dari pada Indonesia akan lebih dirugikan dari pada diuntungkan oleh kesepakatan tersebut.
       Dalam beberapa tahun belakangan ini, posisi Indonesia dalam perdagangan pertanian dunia semakin tergeser oleh Cina. Pergeseran tersebut tidak hanya disebabkan oleh menurunnya daya saing komoditas pertanian Indonesia relatif dibandingkan dengan Cina, tetapi juga oleh keterbatasan kapasitas produksi pertanian di dalam negeri. Bahkan dipercaya bahwa untuk sejumlah komoditas pertanian selain padi, Indonesia hingga saat ini masih menghadapi banyak kendala dalam meningkatkan kapasitas produksinya, misalnya untuk buah-buahan dan sayur-sayuran, data dari periode akhir dekade 70-an hingga tahun awal abad ke 21 menunjukan bahwa produksi Indonesia jauh lebih rendah dari pada Cina, bahkan perbedaannya sangat besar. Kontribusi Cina terhadap produksi dunia untuk kedua jenis komoditas tersebut jauh lebih besar dari pada kontribusi Indonesia.
      Cina merupakan salah saru mitra dagang Indonesia yang sangat penting untuk kedua komoditas tersebut. Data yang ada menunjukan bahwa posisi Indonesia relatif lemah dibandingkan dengan Cina. Untuk sayur-sayuran, kondisi Indonesia lebih buruk lagi.
       Untuk buah-buahan, Indonesia lebih banyak impor daripada ekspor ke Cina, bahkan dalam beberapa tahun belakangan ini, volume impor Indonesia dari Cina cenderung naik terus, tetapi tidak lagi melakukan ekspor ke Cina. Ada dua kemungkinan yang membuat Indonesia lebih banyak membeli buah-buahan dari Cina dari pada sebaliknya. Pertama, produksi kapasitas di sbusektor tersebut di Indonesia rendah yang disebabkan oleh banyak hal. Kedua, harga buah-buahan dari Cina lebih murah dibandingkan dari Indonesia.
Ekspor dan impor Indonesia untuk tanaman-tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan dan ubi-ubian merupakan komoditas-komoditas utama Indonesia, terutama untuk kebutuhan pasar domestik dan sekaligus juga merupakan kegian-kegiatan utama pertanian rakyat dan pertumbuhan pertanian rakyat sangat penting sebagai salah satu sumber pengurangan kemiskinan, khususnya di pedesaan. Tingkat ketergantungan pasar domestik di Indonesia untuk tanaman-tanaman pangan utama masih tinggi, yang bisa direfleksikan kemungkinan dua masalah yang dihadapi pertanian Indonesia, yaitu kapasitas produksi yang terbatas atau dan daya saing dari tanaman-tanaman pangan Indonesia

D.      Perdagangan Bebas antara Jepang dan Indonesia (IJ-EPA)
       Perjanjian perdagangan bebas antara jepang dan Indonesia yang telah disepakati, menyangkut beberapa hal penting di antaranya :
a)        Fasilitas perdagangan dan investasi
1.    Upaya bersama untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan tingkat kepercayaan bagi investor Jepang;
2.    Kerjasama di bidang prosedur kepabeanan, pelabuhan dan jasa-jasa perdagangan, HKI, standar
b)        Menghapuskan/mengurangi hambatan perdagangan dan investasi
       (bea masuk, memberi kepastian hukum);
c)        Kerjasama : Kesepakatan untuk kerjasama dalam meningkatkan kapasitas
       Indonesia sehingga lebih mampu bersaing dan memanfaatkan secara optimal peluang pasar dari EPA.

       Ada beberapa keuntungan yang didapat dari perjanjian perdagangan bebas jepang dan Indonesia antara lainnnya :
1.        Kesepakatan liberalisasi pasar oleh jepang mencakup lebih dari 90 % barang yang diekspor Indonesia ke Jepang, termasuk produk industri dan agribisnis.
2.        Komitmen ini akan memberikan peluang yang setara kepada Indonesia di pasar Jepang dalam menghadapi negara pesaing-pesaing lainnya
3.        Komitmen ini memberikan keuntungan ke beberapa produk industri antara lain produk sektor industri yang padat karya. Seperti produk kayu, hal ini diharapkan akan meningkatkan produksi industri perkayuan indonesia.
4.        Komitmen di bidang jasa tenaga kerja (mode 4- movement of natural persons) akan memberikan peluang untuk pengiriman tenaga kerja terampil seperti juru rawat, pekerja disektor hotel dan pariwisata, dan pelaut.

E.       Manfaat Investasi dari EPA
       Indonesia merupakan salah satu negara tujuan penting bagi investasi Jepang, walaupun peringkatnya sebagai negara tujuan menurun sejak krisis ekonomi. Aliran terbesar adalah ke sektor otomotif/sukucadang, elektrik/elektronik dan sektor kimia serta peralatan kantor. Indonesia dapat memperdalam struktur industri dengan investasi industri pendukung (components, parts, mould and dies), di mana supplier Indonesia dapat juga berkembang dengan fasilitasi dari Manufacturing Industry Development Center (MIDEC). Investasi dapat mengembangkan sektor pertanian, perikanan dan kehutanan Indonesia,dimana kemitraan dan keikutsertaan UKM dapat difasilitasi dengan berbagai proyek kerjasama.termasuk di bidang energi bio-fuel yang juga akan di fasilitasi melalui proyek kerjasama.
       Di bidang jasa, aliran terbesar adalah ke sektor keuangan dan asuransi, perdagangan, transportasi dan real estate. EPA juga akan meningkatkan iklim usaha dan mendorong kepercayaan bisnis melalui perbaikan/kepastian hukum bagi investor. Hasil EPA dan paket kebijakan investasi lain yang sedang dilakukan Pemerintah RI diharapkan akan menjadi kerangka hukum baru dan penting dalam meningkatkan kepercayaan dan memberikan perlakuan lebih baik dan pasti (UU Penanaman Modal, Revisi UU Pajak dan Bea Cukai), Keuntungan EPA diharapkan akan memberikan daya tarik bagi investor asing berinvestasi di Indonesia.

G.      Dampak Perdagangan Bebas Terhadap Indonesia
       Perdagangan bebas dianggap tidak cocok diterapkan di Indonesia karena negara ini belum mampu membuka persaingan dengan negara maju lain tanpa adanya batasan-batasan atau hukum-hukum yang membuat persaingan berjalan dengan fair. Negara Indonesia masih harus membenahi produksi-produksi agar berkualitas untuk mampu terjun dalam perdagangan bebas Internasional. Dikalangan kontra globalisasi memandang bahwa globalisasi membawa dampak negatif yang besar, meningkatkan kemiskinan, merusak budaya lokal, membentuk manusia konsumeris, dan menutup akses berkembangnya negara-negara dunia ketiga.Meningkatnya kemiskinan pada negara dunia ketiga menimbulkan banyak pengangguran, terjadinya ketimpangan ekonomi antara orang kaya dengan miskin.Globalisasi membuat negara miskin semakin miskin karena terbelit utang IMF.Pada akhirnya, globalisasi membuat negara miskin dan berkembang sulit bersaing dengan negara maju lainnya. Di kalangan kontra globalisasi, menganggap globalisasi turut bertanggung jawab atas tidak stabilnya harga uang dunia, ketika ada aksi jual saham di Amerika Serikat, Indonesia pun mengalami gejolak serupa. Dengan menerapkan sistem liberalisasi dalam perdagangannya, rakyat dalam negeri dengan mudah mampu memilih barang-barang Internasional dengan kualitas tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Firmansayh, Herlan, dkk. 2010. Advance Learning Economics 2. Bandung: Grafindo Media Pratama.
2.      Drs. H. Suparmin, M.Pd dan Aisyah Din, S.Pd. LKS Ekonomi SMP/MTS edisi II. Surakarta: Mediatama.
3.      Prof. Dr. Tulus T.H Tambunan. 2011. Perekonnomian Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.
4.      Prof. Dr. Tulus T.H Tambunan. 2009. Perekonnomian Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.


0 komentar:

Posting Komentar