Pengertian
Cerpen
Cerpen adalah singkatan dari cerita
pendek, disebut demikian karena jumlah halamannya yang sedikit, situasi dan
tokoh ceritanya juga digambarkan secara terbatas (Rani, 1996:276).
Mengutip Edgar Allan Poe, Jassin
(1961:72) mengemukakan cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam
sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (dalam
Nurgiyantoro, 2000:72).
Dalam bukunya berjudul Anatomi Sastra
(1993:34), Semi mengemukakan: cerpen ialah karya sastra yang memuat penceritaan
secara memusat kepada suatu peristiwa pokok saja. Semua peristiwa lain yang
diceritakan dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali ditujukan untuk mendukung
peristiwa pokok.
Masih menurut Semi, dalam
kesingkatannya itu cerpen akan dapat menampakan pertumbuhan psikologis para
tokoh ceritanya, hal ini berkat perkembangan alur ceritanya sendiri. Ini
berarti, cerpen merupakan bentuk ekspresi yang dipilih dengan sadar oleh para
sastrawan penulisnya.
Berdasarkan jumlah katanya, cerpen
dipatok sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi dengan jumlah kata berkisar
antara 750-10.000 kata. Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dapat dibedakan
menjadi 3 tipe, yakni.
1. Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata antara 750-1.000 buah.
2. Cerpen yang ideal, cerpen dengan jumlah kata antara 3.000-4000 buah.
3. Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka 10.000 buah. Cerpen jenis ini banyak ditulis oleh cerpenis Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Eropa pada kurun waktu 1940-1960 (Pranoto, 2007:13-14).
1. Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata antara 750-1.000 buah.
2. Cerpen yang ideal, cerpen dengan jumlah kata antara 3.000-4000 buah.
3. Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka 10.000 buah. Cerpen jenis ini banyak ditulis oleh cerpenis Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Eropa pada kurun waktu 1940-1960 (Pranoto, 2007:13-14).
Berdasarkan teknik cerpenis dalam
mengolah unsur-unsur intrinsiknya cerpen dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yakni.
1.Cerpen sempurna (well made short-story), cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending yang mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam
2. Cerpen tak utuh (slice of life short-story), cerpen yang tidak terfokus pada satu tema (temanya terpencar-pencar), plot (alurnya) tidak terstruktur, dan kadang-kadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang orisinal, sehingga lajim disebut sebagai cerpen ide (cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para pembaca awam sastra menyebutnya cerpen kental atau cerpen berat.
1.Cerpen sempurna (well made short-story), cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending yang mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam
2. Cerpen tak utuh (slice of life short-story), cerpen yang tidak terfokus pada satu tema (temanya terpencar-pencar), plot (alurnya) tidak terstruktur, dan kadang-kadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang orisinal, sehingga lajim disebut sebagai cerpen ide (cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para pembaca awam sastra menyebutnya cerpen kental atau cerpen berat.
Unsur Intrinsik Cerpen
Unsur-unsur intrinsik karya sastra
berbentuk cerpen, adalah unsur-unsur pembangun struktur cerpen yang ada di
dalam cerpen itu sendiri, yakni : (1) tema, (2) tokoh, (3) alur, (4) latar, (5)
teknik penceritaan, dan (6) diksi.
Dari enam unsur instrinsik cerpen di
atas, hanya unsur tokoh dan penokohan saja yang dibahas dalam penelitian ini.
Sehubungan dengan itu maka teori sastra yang dikutip pada bagian landasan teori
ini hanya teori tentang tokoh dan penokohan saja.
Cerpen merupakan karya sastra yang harus
mempunyai unsur intrinsik yang disebut tokoh dan penokohan, karena peristiwa
demi peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali, sudah
pasti adalah peristiwa yang diandaikan sebagai peristiwa yang dialami oleh para
tokoh ceritanya. Jelasnya, tanpa tokoh mustahil ada cerita dan tanpa cerita tak
ada karya sastra.
Tokoh cerita bisa dibedakan berdasarkan
peranannya, yakni tokoh utama, tokoh pembantu, dan tokoh tambahan. Tokoh utama
adalah tokoh yang memegang peranan penting dalam cerita. Tokoh inilah yang
menjadi pendukung tema utama dalam cerita. Berdasarkan watak yang diperankan,
tokoh utama dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis (tokoh baik), tokoh
antagonis (tokoh jahat), tokoh wirawan/wirawati (tokoh baik pendukung tokoh
protagonis), dan tokoh antiwirawan/antiwirawati (tokoh jahat pendukung tokoh
antagonis). Dalam kasus di mana tokoh utamanya lebih dari satu orang maka tokoh
yang lebih penting disebut tokoh inti (tokoh pusat).
Para tokoh dimaksud, lebih-lebih tokoh
protagonis dan tokoh antagonisnya harus digambarkan sebagai tokoh dengan profil
yang utuh. Menurut Mido (1994:21), tokoh utama harus digambarkan sebagai tokoh
yang hidup, tokoh yang utuh, bukan tokoh mati yang sekadar menjadi boneka
mainan ditangan pengarangnya. Tokoh cerita harus digambarkan sebagai tokoh yang
memiliki kepribadian, berwatak dan memiliki sifat-sifat tertentu.
Gambaran lengkap profil tokoh utama
yang utuh dimaksud meliputi 3 dimensi, yakni: fisiologis, psikologis, dan
sosiologi.
1. Dimensi fisiologis, meliputi
penggambaran ciri-ciri fisik tokoh cerita, seperti: jenis kelamin, bentuk
tubuh, usia, ciri-ciri tubuh, kadaan tubuh, dan raut wajah, pakaian dan
perhiasan.
2. Dimensi sosiologis meliputi
penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti: status sosial, jabatan,
pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga,
pandangan hidup, ideologi, agama, aktifitas sosial, orpol/ormas yang dimasuki,
kegemaran, keturunan dan suku bangsa.
3. Dimensi psikologis meliputi
penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh cerita, seperti: mentalitas,
norma-norma moral, temperamen, perasaan, keinginan, sikap, watak/karakter,
kecerdasan (IQ), keahlian dan kecakapan khusus.
Dalam rangka menggambarkan dimensi
fisiologis, psikologis, dan sosioloogis, para tokoh ceritanya, para pengarang
ada yang melakukannya secara langsung dengan metode diskursif (eksplisit) dan
ada pula yang melakukannya secara tidak langsung dengan metode dramatik
(implisit).
Metode langsung (eksplisit) mengarah
pada cara pengarangnya yang menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik
(dimensi fisioloogis), ciri-ciri fisik (dimensi fisikologis), ciri-ciri sosial
(dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang
dilekatkannya pada tokoh cerita. Sementara metode tidak langsung (implisit)
mengarah pada cara mengarangnya yang tidak menyebutkan secara langsung
ciri-ciri fisik (dimensi fisiologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan
ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita
(Mido, 1994:22-23).
Menurut Mido (1994:24-36), watak tokoh
cerita dalam metode tidak langsung (implisit) dilukiskan melalui sejumlah
deskripsi yang bersifat implisit seperti : (1) melalui deskripsi fisik, (2)
melalui deskripsi mimik dan sikap tubuh, (3) melalui ucapan dan pikiran tokoh
yang bersangkutan, (4) melalui deskripsi perbuatan, (5) melalui dialog antara
tokoh cerita, (6) melalui deskripsi kepemilikan atas benda-benda dan lingkungan
tempat tinggalnya, (7) melalui nama tokoh, dan (8) melalui reaksi, ucapan dan
pendapat tokoh lain.
Unsur Ekstrinsik Cerpen
Unsur Ekstrinsik Cerpen
Para kritikus sastra saling
berbeda-beda dalam menetapkan unsur-unsur apa saja yang termasuk dalam lingkup
struktur ekstrinsik karya sastra berbentuk prosa fiksi. M. Atar Semi
berpendapat bahwa struktur ekstrinsik mencakapi faktor sosial-ekonomi, faktor
kebudayaan, faktor sosio-politik, kegamaan, dan tata nilai yang dianut dalam
masyarakat (1993:35).
Hampir sama dengan itu adalah pendapat
Frans Mido yang berpendapat bahwa struktur ekstrinsik mencakupi semua
unsur-unsur seperti : sosiologi, ideologi, politik, ekonomi, dan kebudayaan
(1994:14). Mengutip Wellek dan Warren (1956:75-135), Nurgiyantoro menyebutkan
bahwa unsur-unsur yang termasuk dalam lingkup struktur ekstrinsik ini antara
lain.
1. Keadaan subjektifitas individu
pengarang (seperti: sikap, keyakinan, dan pandangan hidup);
2. Psikologi, meliputi psikologi
pengarang, psikologi pembaca, dan psikologi terapan;
3. Keadaan lingkungan di sekitar
pengarang (seperti : politik, ekonomi, dan sosial);
4. Pandangan hidup suatu bangsa
(ideologi) ; dan
5. Karya sastra atau karya seni lainnya
(2000:24).
0 komentar:
Posting Komentar